Tags: Haeren fantasy!au, local profanities, shower sex, no human hc, pwp, nsfw.
Not revised, and no beta reader so sorry if there are still lot of typos and grammatical errors.
“Ah, maaf tuan, saya sedang terburu-buru.”
Renjun mendengus kesal saat seseorang menabrak bahunya dengan kasar, terlebih lagi saat orang itu melengos pergi bersama temannya begitu saja. Ia menghela napas lelah seraya menekan tombol lift, matanya tak berkedip melihat angka penunjuk lantai saat lift itu membawanya lebih tinggi. Ia sudah tak sabar untuk segera melepaskan pakaian dan mandi di bawah guyuran air shower.
Renjun sangat lelah. Bahunya terasa pegal pun lehernya terasa tercekik meskipun dasinya sudah tak lagi rapi. Ia meringis saat kakinya terasa sakit; dia sangat tergoda untuk merosot ke depan dan mengendurkan otot-ototnya, bahkan mungkin menekan tangan ke punggung bawahnya untuk menghilangkan rasa sakit.
Pintu lift terbuka dan Renjun berjalan tergesa menuju kamar apartemennya tanpa hambatan. Renjun melempar tas kerjanya ke arah sofa ketika berjalan melewati ruang tamu. Sesampainya di kamar mandi, Renjun mulai melucuti pakaiannya satu persatu hingga ia telanjang sepenuhnya. Tepat sebelum memasuki shower box yang dilapisi crystal clear glass itu, Renjun menatap pantulan tubuhnya tanpa minat.
“What a view.”
Renjun menoleh, kaget dan bingung. Matanya melihat seisi ruangan, lalu sedetik kemudian menggelengkan kepalanya, merasa konyol. Ia pasti terlalu lelah hingga mendengar bisikan seperti barusan, jelas-jelas di sana tak ada siapapun, “Bangsat emang si botak hari ini bikin gue kerja rodi lagi,” Si botak yang dimaksud tak lain dan tak bukan adalah bosnya di kantor. “Capek banget anjing.”
Suhu air diatur agar tidak terlalu dingin, Renjun langsung membasahi tubuhnya di bawah guyuran air shower seraya bersenandung kecil. Cairan liquid beraroma lavender ia tuang ke tangannya, untuk kemudian digosok ke seluruh tubuh hingga berbusa. Tubuh Renjun seketika menjadi rileks, otot bahunya yang kaku terasa menjadi sedikit ringan. Entah kenapa seperti ada sihir yang membuatnya demikian, terlebih saat air kembali menyentuh kulitnya untuk membersihkn diri dari sisa sabun.
“Ah,” Desah Renjun tanpa sadar, kedua tangannya langsung terangkat untuk menutup mulut.
Anjing, apa-apaan barusan? Masa iya gue sange gegara kena air doang?
Kepalanya tertunduk demi dilihat penisnya yang kini mengacung tegak, “Emang sih, gue udah seminggu ga ngelakuin itu, tapi yang bener aja??”
Renjun akhirnya mau tak mau melakukan onani sendiri, diusapnya batang penis yang berkedut itu, ia urut dan kocok beberapa kali tetapi meski begitu ia tetap tak bisa mencapai putihnya. “Anjing, kok gamau keluar, arghh!”
Penisnya terasa sakit, berat dan berkedut hebat, tapi ia tetap tak kunjung orgasme. Renjun kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah depan, dan mengangkat sedikit bokongnya agar mempermudah jarinya untuk melakukan fingering. Desahan terus mengalun memenuhi ruangan, bahkan ia sudah menambah jarinya yang ketiga, tapi itu masih belum bisa membuatnya melakukan pelepasan. “Fuck, fuck, fuck.“
Tubuhnya merosot, dan terduduk di bawah pancuran air yang anehnya kini bergerak meliuk di tubuh Renjun. Untaian air yang membentuk sulur panjang memberikan sensasi nikmat pada tubuhnya, “Aaaahh, hngghh ah!”
“Need help, cutie?”
Mata Renjun melebar dan dia tersentak kaget, ia langsung berdiri dan melihat sekeliling, tapi nihil. Tak ada siapa pun di sana selain dirinya.
What the fuck?
“Keluar ga lo?” Serunya entah pada siapa, “Lo siapa ANJING—AH!”
Renjun terkesiap, tubuhnya menegang saat air yang membentuk sulur itu terus merangsangnya, menyentuh setiap jengkal sensitifnya. Mengalir, bermain-main di dada serta paha dalamnya, meremas pusat gairah dan juga kewarasannya. “Ah! Ah-ahhh— hmmmp-”
Tubuh Renjun terdorong ke depan, sedangkan tangannya terikat kuat menyatu di atas kepala. Renjun sangat bingung, dan juga kelimpungan akan sensasi nikmat di setiap epidermisnya. Bagaimana bisa air merangsang dirinya begini hebat? Renjun tidak mengerti, yang ia tahu sekarang dirinya sudah menyerah pada gairah yang meluap-luap, hingga akhirnya cairan putih itu muncrat mengotori crystal clear glass yang menjadi tumpuan tangannya.
Dan Renjun langsung mengumpat saat melihat penisnya kembali menegak.
“Someone is excited.“
Napas Renjun tercekat, merasakan sentuhan di pusat gairahnya oleh sebuah tangan besar dan hangat sangat kontras dengan air yang masih mengucur, mengguyur tubuhnya.
“Who- ahh, areh-hhh hnggg— fuck,” Tubuh Renjun terhentak ke depan cukup keras, pantatnya terasa panas ketika ditampar tiba-tiba. Tapi itu justru membuat libidonya semakin meningkat, penisnya merespon dengan berkedut-kedut. Renjun memejamkan mata dan menggeleng cepat mencoba mempertahankan kewarasannya,”Who the fuck are you?“
“Me?“
Renjun seketika meremang, matanya membulat dan lidahnya kelu. Dia pernah mendengar suara ini, atau setidaknya Renjun berpikir begitu. Nyatanya ia tak mengingat siapapun yang memiliki suara deep yet smooth like this.
“Lee Haechan.”
Sosok itu ada di sana, di belakang tubuhnya, menyeringai ke arahnya melalui pantulan dinding kaca.
Aroma spicy woody tercium sangat kuat, hangat dan misterius, aroma spicy yang dicampur dengan tembakau, kayu manis— meresapi udara lembab di sekitar mereka dan membuat lutut Renjun lemas. Begitu mengintimidasi, hingga akhirnya Renjun bersimpuh di atas kedua lututnya dengan penis yang kembali memuncratkan putihnya.
Renjun terengah, untaian saliva keluar dari belahan bibirnya yang sedikit terbuka. Lubang senggamanya terasa sensitif dan kosong, minta dijamah. Meski sulit, Renjun masih berusaha pertahanan kewarasannya, “What are you?“
“I-” Bisiknya tepat di telingan Renjun, “I'm your desire,“
My desire of what? Sex?
“Yes,“
Did you just—
“Yes, I can read your mind, your body, your willing to be wrecked in my arms, to be filled with my huge cock.“
Jantung Renjun rasanya berpicu cepat, seolah mengalirkan darah langsung ke wajah, begitu merah mewarnainya hingga ujung telinga. “I- I'm not,” sangkalnya, namun penisnya berkedut merespon ucapan Haechan. “Shit.“
Haechan menyunggingkan seringaian sebelum akhirnya meneggakkan tubuh Renjun, “I will make you feel good, I promise.“
Haechan meraih dagu Renjun untuk memagut bibirnya,
tangan Haechan yang bebas mengusap-ngusap sisi pinggang Renjun, pagutannya semakin lama semakin kasar ketika Renjun memberi akses lidahnya masuk. Dijilat rakus, digigitnya hingga lecet, bahkan hingga berdarah. Tapi anehnya Renjun tak merasakan perih sama sekali, bahkan semakin banyak sentuhan kasar yang dilakukan Haechan semakin membuat Renjun kelimpungan akan uforia yang berlebihan.
“Hhh,” Napas Renjun menghembus kasar saat bibir Haechan berpindah, menyapu cuping telinganya; terasa hangat, geli dan nikmat secara bersamaan. Tubuh mungilnye bergidik geli saat jemari panjang Haechan bermain-main di pusarnya lalu naik ke atas untuk menjamah puting Renjun yang mulai mengeras. “No-hhng not there— hhh“
Puting Renjun begitu sensitif, terlebih saat bibir Haechan berpindah melumat tonjolan pink itu. Dihisap serta digigit kuat hingga Renjun merintih hampir berteriak. Ia sungguh tak bisa mengendalikan dirinya saat merasakan gigi Haechan menancap, menembus permukaan epidermisnya dengan kuat. As if he's gonna eating him whole and raw.
“Fuck!” Pipi Renjun beradu ke dinding kaca saat Haechan membalikkan tubuhnya secara tiba-tiba, penisnya diremas sedangkan analnya digempur tiga jari Haechan sekaligus.
Rintik air shower yang jatuh mengenai kulitnya kini tersulur membentuk benda padat dan ikut mengoyak Renjun pinkish hole. Terasa sangat aneh namun Renjun hanya mampu membuka mulutnya, mengeluarkan desahan dan rintihan.
“Not yet,” Haechan mencengkram rambut Renjun dari belakang seraya mengeluarkan ketiga jemarinya, membuat Renjun mengerang resah, “Sshh— I'm gonna put something bigger.“
Renjun seketika menahan napas, and his heart is racing like crazy saat Haechan membidikan kepala penisnya, meregangkan Renjun's pinkish hole, “AHH!” Kepalanya terlempar kebelakang, peluh mengalir membasahi pelipis serta tubuh, saat suhu di shower box menjadi begitu lembab dan hangat.
“So tight, ah— yes, squeeze my cock good— so good.” Haechan menggeram rendah, bersahutan dengan desahan yang tak henti keluar dari mulut Renjun. Haechan menggerakan pinggulnya secara brutal, menusuk titik nikmat Renjun bak kesetanan, membuat tubuh Renjun terhentak-hentak cukup kuat ke dinding kaca, “So good, human—“
Geraman Haechan semkin menjadi saat dinding anal Renjun meremas penisnya begitu ketat, matanya berkilat merah bercahaya terpantul dari kaca dinding, dan hanya dalam sepersekian detik Renjun bersumpah jika dirinya melihat ekor panjang serta sepasang sayap hitam lebar membentang, sebelum akhirnya ia berteriak merasakan gigi Haechan menancap di bahu kirinya.
“AAAHHHHH!!”
Desahan panjang terdengar begitu penis Renjun memuncratkan cairan sperma untuk kesekian kalinya. Tubuh mungilnya hampir merosot ke bawah jika Haechan tak menahannya untuk kemudian ia genjot dari belakang dengan kuat. Sebelah tangan Renjun tanpa sadar meraba perutnya, merasakan penis Haechan yang terhentak di dalam sana. Tapi begitu tiga tusukan terakhir, Haechan akhirnya menyemburkan cairan putih hangat itu di dalam perut Renjun yang dengan ajaibnya ikut kembali orgasme.
“Again,” Renjun berujar lirih di ambang kesadarannya, “I want your cock- haah- again— please fuck me—“
Tubuh Renjun ambruk begitu saja di tas lantai shower box yang basah dan dingin, tubuhnya dipenuhi gigitan serta bercak merah keunguan. Dari lubang senggamanya mengalir cairan putih kental yang membuat Haechan seketika mengumpat dalam hati.
“Goblok,” Sosok lain, tinggi semampai berjas hitam menatap Haechan penuh sangsi, “Otak lu di mana tolol, bukannya jalanin tugas malah ngewe sama manusia.”
“Bacot,” Sahut Haechan ketus, tak peduli jika partner “kerjanya” nya itu sudah memergoki perbuatan tak senonohnya pada Renjun. “Ini manusia isi otaknya kotor banget bikin gue sange.”
“Halah,” Sergah sosok itu seraya memutar mata jengah, kemudian berkata dengan nada mengejek, “Miif tiin siyi siding tirbiri-biri, bacot ujung-ujungnya malah dientot.”
“Bacot Jen,” Ucap Haechan agak kesal, kemudian dia bawa tubuh Renjun untuk dibopong ke kamarnya. “Lu juga malah nonton aja, demen kan lu liat adegan jorok kek tadi.”
Jeno mendengus tak terima dituduh begitu, “Mana ada anjing, gue mah kerja,” Yah, maksudnya ga terima soalnya cuman nonton pas akhir aja. Hehe. “Buruan beresin, abis itu cabut, kita dipanggil atasan buat lapor.” setelah mengatakan itu sosok Jeno langsung menghilang, menyisakan Haechan dan Renjun yang masih tak sadarkan diri di gendongannya.
“Sleep tight, human.“
Kalau rame lanjut part two 😘