“Nnngh.”

“Shut up, don't make a sound.” Nathan mendorong tubuh Renan hingga punggung lelaki itu membentur dinding cukup keras dan membuatnya meringis.

“No- no, don't look away,” Renan mencoba merengkuh tubuh Nathan namun sia-sia saat tubuhnya kembali didorong dan membentur dinding untuk kedua kali, “Fuck, shit-”

Nathan mencengkram dagu Renan dengan sebelah tangan, “Why would you always make me do this?”

“Do what?” Jawab Renan congak, “This?” Lanjutnya seraya meremas penis Nathan dari balik celana jeansnya.

Tangan Nathan yang bebas langsung menepisnya dengan kasar membuat Renan sedikit sakit hati, tapi ia tak berhenti sampai situ, sebelah kakinya ia lingkarkan ke pinggang Nathan, “Kiss me again.” Titahnya seraya menggesekan selangkangan mereka.

“Fuck no.” Nathan menjauhkan wajahnya, “You have to stop doing this, Renan.”

Tapi Renan seolah tuli, ia melesakan sebelah tangannya ke balik kaos Nathan untuk meraba punggung lelaki itu. “And what if I said… I don't want to?”

Jika boleh jujur, Renan sedikit menciut saat melihat tatapan Nathan yang berkilat marah. “Then I have no choice.”

Nathan dengan kasar melepas pelukan Renan dan membanting tubuh lelaki itu hingga membentur wastafel, tak sampai situ, sebuah pot dari porselen jatuh dan menimpa kakinya.

“FUCK!! FUCK!!” Jeritnya akan rasa sakit yang mendera, “THAT WAS HURT –FUCK YOU!” Renan mengerang, tapi lebih dari itu hatinya mencelos saat melihat Nathan hendak melengos pergi.

“NO NO DON'T GO!!”

Teriakan Renan yang Helios dengar menggema di sepenjuru lorong kecil menuju toilet. Dirinya sekarang bersembunyi dibalik tembok menghadap pintu keluar.

“Lo bisa stop ga, Ren?” Suara Nathan terdengar kesal, “Harusnya lo tuh ga da di sini!”

“Jangan tolak gue! Nathan! Dengerin gue!”

Helios tak bisa melihat seperti apa, tapi suara keras menghantam lantai serta disusul jeritan Renan berikutnya cukup untuk buat ia menahan napas.

“Bohong!! Gue tau lo masih suka sama gue!”

“Ren, cukup.” Nathan menggeram kesal. “Lo harus berhenti. Gua udah capek.”

“Buktinya lo barusan cemburu liat gue sama Mahen!”

Helios nampak begitu bingung, ia kira dirinya hanya akan mendapati mereka bercumbu atau semacamnya.. tapi apa ini? Mereka bertengkar?

“Renan,” Suara Nathan terdengar pelan, Helios bahkan harus menggeser tubuhnya lebih dekat. “Stop lakuin hal bodoh, stop ngejar gue!”

“No!!! Nathan! Brengsek jangan pergi!!”

Helios memutar tubuhnya ke balik pot tanaman yang tinggi untuk bersembunyi saat Nathan membuka pintu kamar mandi membantingnya. Dilihatnya punggung Nathan kini menghilang dibalik pintu kaca keluar.

“Ah, brengsek– brengsek,” Sumpah serapah Renan berubah rintihan dan isakan.

Helios mematung di tempatnya tak tahu apa yang harus ia lakukan, tapi anehnya ia tak ada keinginan untuk pergi menyusul Nathan. Tak lama kemudian langkah kakinya membawa ia berjalan menuju Renan yang sedang terduduk menangisi keadaan kakinya.

“What?” Keadaan Renan terlihat kacau, padahal lelaki itu masih tampak baik-baik saja beberapa menit lalu. “Pergi lo brengsek, jangan malah liatin gue– w-what–” Tubuh Renan diangkat dengan enteng seperti karung beras. “What the hell are you doing? Let go of me you motherfucker–”

“Just shut up!”

“What the–” Mata Renan membulat tak percaya lalu tangannya menjambak rambut Helios dengan kuat, “Anjing turunin gue ga? mau lo apa bawa-bawa gua seenaknya??! Lo denger gue ga!!?”

“Taxi!!”