Mobil taxi yang mereka tumpangi berhenti di depan rumah bergaya industrial tropis, Rumah itu memiliki halaman luas berhiaskan bunga Bougainvillea. Helios membopong tubuh Renan ketika lelaki itu tak kunjung menggerakan tubuhnya untuk turun.
Tak ada yang bersuara ketika Helios berjalan memasuki rumah dengan melewati jalan setapak yang membelah taman kecil. Sepertinya Renan sudah lelah sendiri setelah berteriak, memberontak dan menjambak rambut Helios dengan brutal.
“Ambilin kuncinya di saku belakang gue,” Titah Helios yang sudah terlihat kepayahan, tapi Renan malah terus menguji kesabarannya dengan menggerakan bibirnya untuk mengolok. “Lo mau gue lempar ke kolam ikan?”
Renan melirik kolam ikan kecil yang sudah ditinggalkan penghuninya, “Lempar aja kalo berani gue bakal tarik– W-WOY!”
Helios mengambil ancang-ancang seolah akan melempar tubuh Renan ke sana. “Tega banget, manusia macam apa yang mau lempar gue ke kolam ikan!?” Cerocos Renan seraya merogoh saku belakang, tapi sekali lagi Renan menguji kesabarannya dengan meraba pantat Helios. “Nice ass heh, pantes aja si Nathan udah susah gue ancem, pantat lo lebih montok dari semua mantannya.”
Helios cuma memutar bola matanya jengkel lalu membalasnya dengan meremas pantat Renan kuat-kuat. Sangat kuat sampai-sampai membuat lelaki itu terperanjat kaget sambil mengumpat, “JANCOK!”
“Daripada pantat lo tepos.”
Renan siap menyumpahinya, tapi tak jadi dan hanya menghadiahinya tatapan jengkel.
Helios tersenyum tipis seraya membawa tubuh Renan masuk ke dalam rumah begitu lelaki itu memutar anak kunci untuk membuka pintu. “Tunggu di sini,” Katanya setelah mendudukan Renan di sofa.
Selama menunggu, Renan melihat sekeliling rumah itu. Ada banyak foto dan piagam yang mendominasi sebagai interior ruangan. Saat sedang asik melihat-lihat, Helios datang membawa kotak p3k. “Lurusin kaki lo,”
Untungnya kali ini Renan langsung menurut. Ia membiarkan Helios mengobati Luka di kakinya yang sebenernya tak terlalu parah. “Sejak kapan?”
Renan terlihat bingung dengan pertanyaan Helios yang tiba-tiba, “Sejak kapan dia lakuin hal begini?”
Raut wajah Renan berubah sendu, tapi tak berlangsung lama karena ia malah balik bertanya, “Kenapa lo nolongin gue?” Katanya dengan nada mengejek, “Oh atau lu ternyata naks-aw aw! Sakit sat!” Ringis Renan ketika Helios menekan luka di kakinya.
Helios dengan telaten mengobati lukanya, dari membersihkan luka sayatan yang terkoyak akibat hantaman benda berat pun runcing di ujung. Ia masih mengingat bagaimana ia mendengar lelaki di hadapannya itu menjerit; begitu putus asa dan terdengar memilukan.
Apa yang membuat mereka terjebak dalam hubungan seperti itu? Helios ingin bertanya, ia ingin tahu… mengapa Renan begitu terobsesi? Mengapa Nathan terlihat menahan diri?
Tapi begitu melihat wajah Renan, yang lelah dan nampak kehilangan sinarnya seperti saat ia melihat lelaki itu di Sagana, ia urung…
“Jangan mengasihani gue,” Renan menundukan pandangan, melihat kakinya yang sekarang selesai diperban, “Demi Tuhan jangan kasihani gue.”
“Why?” Tanya Helios cepat tanpa berfikir.
“Gue ga butuh dikasihani lo, atau siapapun.”
“Why?”
“Don't ask me why–”
“Why?”
“Gue bilang jangan tanya kenapa–”
Renan yang kesal akhirnya mendongak dan saat itulah tatapan mereka bertemu. Helios seolah sedang menyelami pusat galaxy yang terpantul dari binar dan berporos pada satu titik indah…
Lalu katanya dengan nada setengah berbisik,
“Why?”
Binar itu tampak bingung, “What do you mean why?”
*Why am I doing this?
Really… Why am I doing this?
Renan, I should've hated you.. but why can't I?
Why?*
Mereka saling tatap satu sama lain cukup lama hingga akhirnya Renan memalingkan wajahnya lebih dulu, “You know what? Lo ga seburuk apa yang gue duga saat pertama kali gue lihat.”
“Yeah?”
“Jadi gue pikir,” Renan menyunggingkan sebuah senyuman. “We should have a fun time together sometimes, If you want.”
“What?”
“Lo sendiri 'kan udah tau kalo Nathan masih suka main belakang—”
“Sama lo.” Aneh sekali rasanya Helios lancar mengatakan itu.
Renan mengangguk tak tahu malu, “Sama gue,” sudut bibirnya terangkat naik, “Jadi kenapa lo ga main belakang juga?”
“What–”
Senyuman Renan semakin menjadi, “Sama gue.”
What the actual FUCK??