Pagi itu, Haechan bangun dengan rasa pusing yang luar biasa, bahkan ia harus merangkak bangkit dari posisinya yang sedikit menggenaskan. Dengan susah payah ia menyingkirkan Jeno yang entah bagaimana bisa dengan tidak elit menindih tubuhnya. Pasalnya, setelah pesta semalam, Haechan yang mabuk berat harus rela tidur di sana, bersama dengan anggota NCT Dream lainnya.

Meski sedikit terhuyung, Haechan dengan malas menyeret tubuhnya ke pintu dapur, berharap menemukan segelas air putih untuk menjernihkan kepalanya yang terasa berputar-putar. Sebelah alisnya terangkat naik begitu membuka pintu dan melihat sosok yang berdiri di dekat meja dapur.

Lelaki itu adalah orang terakahir yang Haechan pikir akan muncul di sana. Di dapur dengan sebuah panci yang mengepul, mengeluarkan uap panas dari air yang mendidih. Dengan waswas ia memutar tubuh dan melihat ke belakang sebelum kembali menghadap sang kekasih dengan cengiran lebar.

“Selamat pagi, Haechannie.”

Haechan tersenyum lembut dan berjalan mendekati lelaki itu. “Apa yang sedang kau lakukan, Renjun-ah?” Sebelah tangannya yang bebas meraba pinggang ramping Renjun ketika ia sudah berada tepat di belakang lelaki itu.

Belum sempat menjawab, Renjun sudah mendesah pelan ketika Haechan mencuim dan menghisap tengkuk lehernya yang pagi itu terlihat sangat menggoda di mata Haechan.

Pagi-pagi sudah bikin orang napsuan. Pikir Haechan.

“A-h Haechan-ah...” lenguh Renjun. “H-entikan.”

Haechan menurut. Lelaki itu melepaskan pelukannya lalu berjalan ke arah meja makan. Ia duduk di sana seraya memperhatikan Renjun dengan penuh khidmat. Mulai dari tengkuk leher, lalu turun ke bahu dan terkahir matanya mamandangi bokong Renjun tanpa berkedip.

Dua bongkahan daging yang menonjol itu terlihat bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti pergerakan Renjun yang kini sedang menuangkan teh ke dalam sebuah cangkir. Lalu setelahnya ia berjalan mendekati Haechan dengan sebuah cangkir yang mengepul di tangannya.

Renjun hendak duduk di sebelah Haechan ketika tiba-tiba sebelah tangan Haechan menariknya dan mendudukan lelaki itu dipangkuannya. Renjun tercekat ketika Haechan meraba perutnya. “Hyuck?”

“Sshh..” Bisik Haechan tanpa mempedulikan wajah bingung Renjun. Haechan kembali menyerangnya dengan ciuman bertubi-tubi di tengkuk lelaki itu. “Kau tau,” ucap Haechan pelan dan memecah kesunyian di antara mereka ditambah dengan posisi mereka yang seperti itu. “Aku punya ide yang lebih baik.”

“Apa maksudmu?” kata Renjun bingung.

Haechan tersenyum. “Minum teh dengan cara yang berbeda.” Tangan Haechan di pinggangnya mulai menjalar naik ke atas mengikuti setiap kata yang dilontarkannya. Hingga Haechan mengambil cangkir teh yang belum sempat Renjun letakan di meja, dan perlahan ia meminumnya. Namun, sebelum cairan hangat itu sempat sampai tenggorokan, Haechan mendekat ke arah Renjun. Membuat lelaki itu tersentak ketika merasakan bibir Haechan yang menyentuhnya lembut.

Awalnya, Haechan hanya menekan lembut semua sudut bibir Renjun sebelum membuka mulutnya dan menyalurkan teh tadi ke dalam mulut Renjun. Haechan menikmati setiap detiknya di sini, dengan Renjun di pangkuannya yang menampakan rona merah muda di kedua pipinya.

“Ci-cium, aku.” Kata Renjun tiba-tiba setelah Haechan mengambil jarak darinya.

Lee Haechan menyeringai tipis. Sebetulnya ia juga sudah tak tahan ingin menyerang Renjun sedari tadi, namun hatinya ingin menggoda lelaki itu sedikit lebih lama. “Apakah itu perintah atau permohonan?” goda Haechan.

Dengan tidak sabar Renjun menarik Haechan mendekat ke arahnya. Merasakan embusan napas lembut menerpa wajahnya yang kian menghangat. Masih dalam pangkuan Haechan, Renjun mendongak menatap sang kekasih dengan tatapan sayu. Dia hendak mengomeli lelaki itu karena membuatnya merasa seperti ini. Namun, alih-alih marah ia malah menemukan dirinya terdorong karena terbuai ciuman Haechan yang tiba-tiba, ciuman itu terasa semakin dalam dan lembut.

Haechan lalu menurunkan tangannya ke kaki Renjun, membelainya beberapa kali, kemudian mengaitkan tangannya pada belakang paha lelaki itu dan menariknya agar melingkari punggungnya. Begitu juga kakinya yang satu lagi. Tak berapa lama kemudian Haechan membawa Renjun ke kamarnya. Tak sedetik pun ia melepaskan ciumannya dari Renjun.

Dengan perlahan Haechan membaringkan Renjun di tempat tidur, dan lelaki itu hampir kehabisan napas ketika Haechan melepaskan ciuman mereka. Renjun terengah dan napasnya memburu penuh nafsu, ketika Haechan balas menatapnya, tatapan mata yang dipenuhi keinginan dan tumpukan gairah yang tak pernah Renjun lihat di mata lelaki itu sebelumnya.

Perlahan-lahan Haechan memposisikan dirinya di atas Renjun. Tangannya melepas kaos putih yang sudah berantakan karena ulahnya tadi.

Renjun tersenyum dan melakukan hal sama pada baju Haechan yang entah mengapa terasa sangat mengganggu. Kedua mata Renjun menjelajahi dada bidang lelaki itu dengan tatapan terpukau, ketika akhirnya mata mereka bertemu, Renjun secara otomatis melingkarkan kedua tangannya pada lelaki itu dan menariknya mendekat, dan mereka kembali lagi tenggelam dalam ciuman panas mereka.

Kecupan demi kecupan terdengar bersamaan bunyi kasur yang berderit akibat aktifitas kedua lelaki itu di atasnya. Renjun mendesah tatkala Haechan menghisap puting kecokelatan miliknya. Sebelah tangan Haechan yang bebas ikut ambil bagian memainkan puting Renjun yang satunya.

Desahan itu kian menjadi ketika Haechan menggigit gemas puting Renjun yang sudah mengeras. “Haechan—ah...” lelaki itu merintih dan melenguh. Membuat Haechan buru-buru mengalihkan perhatin Renjun pada tangannya yang kini meraba kejantanan milik Renjun.

Lelaki itu menekan lembut seraya memijit pelan kejantanan Renjun yang masih terbungkus celana jeans. Haechan bisa merasakan kejantana Renjun mengembul karena terangsang, tak jauh beda dengan miliknya.

Perlahan Haechan menurunkan resleting celananya, lalu melepas dan melemparkannya kesembarang arah. Ia juga melakukan hal sama pada celana jeans Renjun.

Matanya menatap tak sabar pada Renjun yang kini sudah sepenuhnya telanjang. Ia tersenyum ketika melihat Renjun berusaha menutupi kejantanan miliknya yang sudah mengeras.

“A-apa yang kau lihat.”

Senyuman Haechan semakin mengembang ketika sebelah tangan Renjun menariknya mendekat. Menutup jarak keduanya, Haechan kembali mencuimi Renjun dengan penuh gairah.

Setelah beberapa menit Haechan menarik dirinya dengan napas yang terengah. Sebelah tangannya meraih laci di sebelah ranjang untuk mengambil sebuah botol kecil yang berisikan cairan pelumas khusus.

Dengan cepat ia membaluri kedua jarinya dengan cairan itu. Renjun yang memperhatikan sedari tadi mulai melebarkan kedua kakinya. Memberi akses untuk Haechan yang kini sudah memposisikan dirinya tepat di hadapan Renjun.

Perlahan-lahan Haechan memasukan satu jarinya ke dalam lubang anal Renjun yang berwana merah muda. Warna yang kontras dengan tangan Haechan yang kekar berwarna tan.

Renjun mendesah ketika Haechan mulai menggerakan tangannya ke luar dan ke dalam. Sebisa mungkin Haechan melakukannya dengan hati-hati agar Renjun tidak merasa sakit.

Haechan tidak pernah membiarkan kukunya panjang karena ia tahu itu akan menyakiti Renjun jika sewaktu-waktu mereka melakukannya. Dan lelaki itu tersenyum puas ketika mendengar Renjun mengerang penuh nikmat, merasakan jari Haechan yang lihai memainkan titik kenikmatan Renjun.

Awalnya hanya satu jari, hingga akhirnya Haechan menambah tiga jari lainnya. Ia benar-benar menikmati  waktunya di sini. Menikamti setiap pergerakan dan erangan dari Renjun. Sebelum akhirnya Haechan menghentikan kegiatannya tersebut.

Ia kembali meraih botol tadi dan mulai menuangkan setengah isinya pada kejantanan miliknya yang sudah mengeras sedari tadi. Namun sebelum memulai, matanya menatap lurus ke arah Renjun yang mengangguk ke arahnya.

Saat ujung kejantanan Haechan menyentuh lubang merah muda menggemaskan itu, Haechan bisa mendengar Renjun mengucapkan namanya beberapa kali. Dan dalam satu hentakan, kejantanan miliknya kini sudah terbenam sepenuhnya di sana. Haechan mengerang ketika merasakan denyutan yang membuatnya menggila.

Renjun menatap Haechan dan berkata, “Kau tidak apa-apa?”

“Kau sangat sempit.” Haechan tersenyum lembut.

Renjun balas tersenyum. “Dan kau sangat besar.”

Saat itu juga Haechan ingin sekali menyerang Renjun dengan ciuman bertubi-tubi, namun ia urungkan ketika ia merasakan kejantananya kembali berdenyut penuh nikmat di dalam sana.

Perlahan Haechan menggerakan pinggulnya untuk membuat gerakan masuk dan keluar. Memang masih terasa sempit, tapi Haechan tetap mengulanginya sampai ia merasakan kejantananya mulai terbiasa.

Ia melihat Renjun yang kini memejamkan kedua matanya seraya mengerang tertahan. “A-ah, Hae-Haechanah—”

Mendapati hal itu, Haechan mulai mempercepat gerakan pinggulnya. Suara-suara kegitan penuh cinta itu teredam oleh erangan penuh kenikmatan dari Renjun.

Haechan pun tak bisa menahan diri ketika ia hampir mencapai klimaks dari kegiatan mereka. Renjun yang terengah menggelinjang ketika Haechan berhasil menyentuh titik kenikmatan Renjun dengan satu hentakan.

“HAECHAN-AH!”

Haechan tersenyum lembut ketika mendapati Renjun meneriakan namanya di akhir kegiatan mereka. Sebelah tangannya mengusap lembut rambut Renjun, kemudian mengecup kening lelaki itu dengan penuh kasih.

“Good morning, Renjunie.”